KEMAJUAN jagad digital dewasa ini perlu dibarengi pula dengan kehati-hatian kita dalam mengkonsumsi informasi agar kita benar-benar bebas dan merdeka dari berita-berita palsu.
Berita palsu perlu kita waspadasi. Foto: freepik.com. |
Indonesia dewasa ini berada di peringkat kelima sebagai negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak di dunia, setelah Amerika Serikat, India, Brazil dan Tiongkok. Menurut laporan bertajuk Digital 2021 yang dirilis lembaga pemasaran media HootSuite & We Are Social, pengguna internet di Indonesia pada tahun 2021 lalu telah mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau sekitar 27 juta jiwa jika dibandingkan pada awal 2020 silam.
Dari laporan tersebut terungkap pula bahwa pengguna internet Indonesia rata-rata menghabiskan waktu selama 8 jam 52 menit untuk berselancar di dunia maya. Adapun aktivitas berinternet yang paling digemari oleh pengguna internet Indonesia adalah bermedia sosial. Ditaksir, sekitar 170 juta orang Indonesia saat ini merupakan pengguna aktif media sosial.
Terkait dengan aspek komunikasi, peningkatan aksesibilitas serta mobilitas teknologi digital dengan cepat mengubah cara kita berkomunikasi. Peradaban kita sekarang ini telah berada pada fase yang disebut-sebut oleh sementara kalangan sebagai fase homo digitalis, tatkala eksistensi kita lebih banyak ditentukan oleh aktivitas digital.
Sekarang ini, kita begitu mudah berkomunikasi secara instan dengan menggabungkan teks, foto maupun video melalui teknologi telepon pintar atau komputer serta perangkat multimedia lainnya. Pada saat bersamaan, siapa pun kini bisa pula memproduksi informasi -- terlepas apakah informasi itu bernilai atau tidak -- dan menyebarkannya ke seantero jagat dengan cepat dan seketika. Perubahan-perubahan yang mengiringi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini telah melahirkan lanskap-lanskap tekstual baru (Carrington, 2005).
Semakin sulit dimungkiri jagad digital telah menjadi “rumah kedua” dan juga “firdaus baru” kita. Bahkan, boleh jadi bagi sebagian orang saat ini, interaksi sosial justru lebih intens dilakukan di alam maya ketimbang di alam nyata. Jejaring media sosial macam Twitter, Myspace, Facebook, YouTube, Flickr, Instagram, TikTok bukan saja telah mengubah cara kita dalam mendapatkan informasi terkini, tetapi juga kemungkinan telah mengubah cara kita melihat dan memahami aneka persoalan di sekeliling kita -- dari hal-hal yang sangat remeh-temeh hingga hal-hal yang sifatnya prinsipil.
Waspada berita palsu
Mudahnya kita di era digital saat ini memperoleh aneka macam informasi tentu saja perlu dibarengi oleh sikap kehati-hatian kita dalam memilih dan memilah informasi. Kenapa? Tidak semua informasi yang beredar itu benar. Tidak sedikit yang merupakan berita palsu atau hoaks.
Agar terhindar dari berita-berita palsu, salah satu yang bisa kita upayakan yaitu ketika kita mengakses informasi sebaiknya kita mengakses dari media mainstream yang dapat dipercaya. Dengan demikian, kecil kemungkinan kita mendapat berita-berita palsu.
Selain itu, kita juga perlu mengembangkan sikap kritis dan skeptis setiap kali kita mengkonsumsi informasi. Jangan terlalu mudah men-share atau mengunggah setiap informasi yang kita terima, meski itu datang dari orang-orang yang paling dekat dengan kita. Pastikan setiap informasi yang kita terima, kita cek dan ricek kebenarannya terlebih dahulu.
Lalu, bagaimana sekarang jika kita telah kadung men-share atau menggungah informasi yang ternyata kemudian diketahui sebagai hoaks?
Menurut Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia dan Masyarakat Indonesia Anti Hoax, Septiaji Eko Nugroho, seperti dikutip inilah.com, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan ketika kita terlanjur menyebarkan berita palsu.
Pertama, jangan hapus unggahan. Kenapa? Karena ini tidak menyelesaikan masalah. Dengan tidak menghapus unggahan, kita bisa mengetahui pembaruan yang bisa dicek ulang.
Kedua, beri klarifikasi. Buatlah unggahan terpisah yang berisi permintaan maaf bahwa informasi tersebut salah, disertai unggahan informasi yang benar. Klarifikasi juga dapat dibuat dengan menulis di kolom komentar sehingga informasi yang benar juga tersebar ke orang yang menyukai atau membagikan unggahan tersebut.
Ketiga, hubungi orang yang menyebarkan. Bila memungkinkan, hubungi orang-orang yang menyukai atau membagikan informasi yang ternyata salah tersebut.
Di era digital ini, kita semua dikepung oleh banjir informasi yang demikian dahsyat. Kehati-hatian perlu benar-benar kita kedepankan agar dapat terhindar dari informasi-informasi yang menyesatkan. Termasuk di dalamnya adalah berita-berita palsu.***
--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar