Kamis, 25 Agustus 2022

Saatnya Kita Semua Memerdekakan Diri dari Berita-berita Palsu

KEMAJUAN jagad digital dewasa ini perlu dibarengi pula dengan kehati-hatian kita dalam mengkonsumsi informasi agar kita benar-benar bebas dan merdeka dari berita-berita palsu. 

Berita palsu perlu kita waspadasi. Foto: freepik.com.

Indonesia dewasa ini berada di peringkat kelima sebagai negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak di dunia, setelah Amerika Serikat, India, Brazil dan Tiongkok. Menurut laporan bertajuk Digital 2021 yang dirilis lembaga pemasaran media HootSuite & We Are Social, pengguna internet di Indonesia pada tahun 2021 lalu telah mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau sekitar 27 juta jiwa jika dibandingkan pada awal 2020 silam.

Dari laporan tersebut terungkap pula bahwa pengguna internet Indonesia rata-rata menghabiskan waktu selama 8 jam 52 menit untuk berselancar di dunia maya. Adapun aktivitas berinternet yang paling digemari oleh pengguna internet Indonesia adalah bermedia sosial. Ditaksir, sekitar 170 juta orang Indonesia saat ini merupakan pengguna aktif media sosial. 

Terkait dengan aspek komunikasi, peningkatan aksesibilitas serta mobilitas teknologi digital dengan cepat mengubah cara kita berkomunikasi. Peradaban kita sekarang ini telah berada pada fase yang disebut-sebut oleh sementara kalangan sebagai fase homo digitalis, tatkala eksistensi kita lebih banyak ditentukan oleh aktivitas digital. 

Sekarang ini, kita begitu mudah berkomunikasi secara instan dengan menggabungkan teks, foto maupun video melalui teknologi telepon pintar atau komputer serta perangkat multimedia lainnya. Pada saat bersamaan, siapa pun kini bisa pula memproduksi informasi -- terlepas apakah informasi itu bernilai atau tidak -- dan menyebarkannya ke seantero jagat dengan cepat dan seketika. Perubahan-perubahan yang mengiringi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini telah melahirkan lanskap-lanskap tekstual baru (Carrington, 2005). 

Semakin sulit dimungkiri jagad digital telah menjadi “rumah kedua” dan juga “firdaus baru” kita. Bahkan, boleh jadi bagi sebagian orang saat ini, interaksi sosial justru lebih intens dilakukan di alam maya ketimbang di alam nyata. Jejaring media sosial macam Twitter, Myspace, Facebook, YouTube, Flickr, Instagram, TikTok bukan saja telah mengubah cara kita dalam mendapatkan informasi terkini, tetapi juga kemungkinan telah mengubah cara kita melihat dan memahami aneka persoalan di sekeliling kita -- dari hal-hal yang sangat remeh-temeh hingga hal-hal yang sifatnya prinsipil. 

Waspada berita palsu

Mudahnya kita di era digital saat ini memperoleh aneka macam informasi tentu saja perlu dibarengi oleh sikap kehati-hatian kita dalam memilih dan memilah informasi. Kenapa? Tidak semua informasi yang beredar itu benar. Tidak sedikit yang merupakan berita palsu atau hoaks.

Agar terhindar dari berita-berita palsu, salah satu yang bisa kita upayakan yaitu ketika kita mengakses informasi sebaiknya kita mengakses dari media mainstream yang dapat dipercaya. Dengan demikian, kecil kemungkinan kita mendapat berita-berita palsu.

Selain itu, kita juga perlu mengembangkan sikap kritis dan skeptis setiap kali kita mengkonsumsi informasi. Jangan terlalu mudah men-share atau mengunggah setiap informasi yang kita terima, meski itu datang dari orang-orang yang paling dekat dengan kita. Pastikan setiap informasi yang kita terima, kita cek dan ricek kebenarannya terlebih dahulu.

Lalu, bagaimana sekarang jika kita telah kadung men-share atau menggungah informasi yang ternyata kemudian diketahui sebagai hoaks?

Menurut Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia dan Masyarakat Indonesia Anti Hoax, Septiaji Eko Nugroho, seperti dikutip inilah.com, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan ketika kita terlanjur menyebarkan berita palsu.

Pertama, jangan hapus unggahan. Kenapa? Karena ini tidak menyelesaikan masalah. Dengan tidak menghapus unggahan, kita bisa mengetahui pembaruan yang bisa dicek ulang.

Kedua, beri klarifikasi. Buatlah unggahan terpisah yang berisi permintaan maaf bahwa informasi tersebut salah, disertai unggahan informasi yang benar. Klarifikasi juga dapat dibuat dengan menulis di kolom komentar sehingga informasi yang benar juga tersebar ke orang yang menyukai atau membagikan unggahan tersebut.

Ketiga, hubungi orang yang menyebarkan. Bila memungkinkan, hubungi orang-orang yang menyukai atau membagikan informasi yang ternyata salah tersebut. 

Di era digital ini,  kita semua dikepung oleh banjir informasi yang demikian dahsyat. Kehati-hatian perlu benar-benar kita kedepankan agar dapat terhindar dari informasi-informasi yang menyesatkan. Termasuk di dalamnya adalah berita-berita palsu.***

--



Minggu, 21 Agustus 2022

Emak-emak Wajib Merdeka dari Hoaks

Lahirnya internet, sebagai salah satu bagian dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, menjadikan informasi saat ini bukan lagi monopoli segelintir individu atau segelintir kelompok. Siapa pun, sepanjang memiliki akses internet, bisa melahap informasi tanpa batas. Bukan cuma itu, siapa pun kini bisa pula memproduksi informasi -- terlepas apakah informasi itu bernilai atau tidak -- dan menyebarkannya ke seantero jagat dengan cepat dan seketika.

Hoaks jadi tantangan kita bersama. Foto: Markus Winkler/Unsplash.

Salah satu bentuk aktivitas yang melibatkan pemanfaatan internet yang kian berkembang dewasa ini adalah penggunaan media sosial. Menurut Nielsen -- lembaga riset informasi dan media yang berkantor pusat di New York, Amerika Serikat -- sekarang ini pengguna internet lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk mengakses situs media sosial ketimbang mengakses situs-situs internet lainnya.

Di sisi lain, kian beragamnya jenis media sosial menjadikan kian banyak orang, termasuk di Indonesia, dewasa ini memiliki lebih dari satu akun media sosial dan membuat mereka semakin lama tenggelam dalam aktivitas di dunia virtual. Sebagai ilustrasi, hasil survei yang dilakukan oleh jobstreet.com beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa 22 persen karyawan di Indonesia setidaknya memiliki tiga akun media sosial yang berbeda, 21 persen lainnya memiliki lebih dari lima akun media sosial, dan 18 persen memunyai empat akun media sosial. Sedangkan para karyawan yang hanya memunyai dua akun media sosial sebesar 16 persen, sementara yang memliki satu akun media sosial sebesar 10 persen. Sebagian besar dari mereka menghabiskan rata-rata tiga jam -- dari waktu kerja delapan jam -- sehari untuk mengakses media sosial.

Kendatipun media sosial melahirkan sejumlah manfaat, seperti menyambung tali silaturahim, menambah pertemanan dan memperluas jejaring sosial serta relasi bisnis, harus diakui keberadaan jejaring media sosial tidak jarang dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak produktif

Salah satu perilaku tidak produktif dalam pemanfaatan media sosial di negeri ini yaitu membagikan atau menyebarkan kabar-kabar bohong alias hoaks. Ada ribuan kabar bohong yang beredar di media sosial. Kabar-kabar bohong itu bukan cuma menyangkut isu politik, tetapi juga ada yang menyangkut isu kesehatan, bencana, agama hingga isu penculikan anak.

Dilansir dari inilah.com, selama kurun waktu antara 23 Januari 2020 hingga 18 November 2021, misalnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat ada sekurangnya 1.991 isu hoaks seputar COVID-19 pada 5.131 unggahan media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri telah melakukan pemutusan akses terhadap 5.004 unggahan hoaks tersebut sedangkan 127 unggahan lainnya sedang ditindaklanjuti.

Kaum emak-emak

Boleh jadi tidak sedikit dari mereka yang membagikan atau menyebarkan kabar-kabar bohong lewat media sosial sekarang ini adalah para emak-emak alias kaum ibu.  Ambil contoh, dari kasus hoaks kecelakaan pesawat udara dan hoaks penculikan anak, seperti yang pernah diwartakan inilah.com dan ditangani pihak kepolisian, beberapa waktu lalu, diketahui bahwa sebagian pelakunya adalah ibu-ibu.  Pada titik inilah, membangun budaya berpikir kritis, skeptis dan analitis di kalangan generasi emak-emak menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi bangsa ini di tengah gelontoran informasi yang sulit sekali kita bendung dewasa ini.

Tentu saja, kita ingin para ibu di negeri ini dapat lebih cerdas dan lebih bijak dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Kita sama sekali tidak ingin generasi emak-emak kita berperilaku kontraproduktif dengan menjadi distributor kabar-kabar bohong lewat jejaring media sosial.

Di era digital sekarang ini, kita mengalami banjir bah informasi yang demikian hebat nyaris setiap saat. Kita semua saat ini mendapatkan limpahan aneka ragam jenis informasi, mulai dari teks, suara, gambar maupun film dengan melibatkan beragam platform.

Kemampuan untuk menyaring, memahami, menganalisis, mengelola, memproduksi dan membagi informasi merupakan sebuah keniscayaan. Oleh sebab itu, kemampuan literasi dasar berupa membaca dan menulis saja tampaknya belum cukup menjadi bekal ampuh untuk melakoni kehidupan di masa kini.

Selama ini, kebanyakan dari kita masih mendefinisikan literasi sebatas kemampuan membaca dan menulis. Akan tetapi, akibat perubahan-perubahan besar sebagai buntut dari kemajuan di sektor teknologi informasi dan komunikasi, kemampuan literasi pun sekarang ini kerap dikaitkan pula dengan kemahiran dalam soal penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi termutakhir. Maka, kemudian, muncullah istilah literasi data, literasi digital, literasi informasi, literasi media sosial, literasi multimedia, literasi virtual maupun literasi web.

Kaum ibu zaman now, mau tidak mau, harus memiliki kemampuan literasi-literasi tersebut, yang memang dibutuhkan untuk mengarungi era digital saat ini. Pelatihan, loka karya maupun kursus-kursus singkat terkait dengan literasi data, literasi digital, literasi informasi, literasi media sosial, literasi multimedia, literasi virtual maupun literasi web yang menyasar kaum ibu sudah seharusnya digiatkan untuk saat ini.

Dengan memiliki kemampuan literasi-literasi tersebut secara memadai, kaum emak-emak di negeri ini diharapkan tidak tergagap-gagap menghadapi banjir informasi dan berbagai perubahan dahsyat sebagai dampak dari terus berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi. Sebaliknya, mereka justru mampu memanfaatkan kemajuan teknologi dan melimpahnya informasi untuk menggapai kehidupan yang lebih baik dan lebih produktif.*** 

--


Selasa, 16 Agustus 2022

Darurat Perokok Anak dan Pentingnya Payung Hukum yang Kuat dalam Pengaturan Produk Tembakau

PERATURAN Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan perlu direvisi. Pasalnya, PP tersebut dinilai belum cukup efektif menurunkan jumlah perokok anak di negeri ini. Kita membutuhkan payung hukum yang kuat dalam soal pengaturan produk tembakau.

Hingga saat ini, Indonesia bisa dibilang masih menjadi surganya bagi para perokok. Betapa tidak. Produk rokok masih dapat diakses dengan mudah, bahkan oleh anak-anak sekalipun. 

Pelarangan rokok perlu diberlakukan di banyak tempat. Foto: Unsplash.

Merujuk pada data dari Gobal Tobacco Survey, seperti dikutip CNN Indonesia, hingga tahun 2021, perokok di Indonesia berjumlah 70 juta orang atau 34,5 persen dari total keseluruhan penduduk. Yang mengkhawatirkan yaitu prevalensi perokok anak di negara kita ternyata terus merangkak naik setiap tahunnya. Karenanya, tak berlebihan jika ada yang menilai bahwa saat ini Indonesia sedang menghadapi darurat perokok anak.

Pada tahun 2013, prevalensi perokok anak mencapai 7,20 persen. Agka tersebut kemudian naik menjadi 8,80 persen pada tahun 2016. Lantas, merambat lagi menjadi 10 persen pada tahun 2018, dan 10,70 persen pada tahun 2019. Jika tidak dilakukan langkah-langkah pencegahan, diperkirakan prevalensi perokok anak di Indonesia bakal meningkat hingga 16 persen di tahun 2030 mendatang. Ini cukup mengkhawatirkan. Jangan sampai darurat perokok anak ini kita biarkan.

Pemeritah Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk mengurangi prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen pada 2024 mendatang. Akankah pengurangan prevalensi perokok anak ini bakal terwujud?

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak adalah adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak dan demi terwujudnya anak Indonesia yang sehat, berkualitas, dan sejahtera, tentu saja pemerintah harus mampu melindungi anak-anak kita antara lain dari bahaya rokok. Banyak kajian telah menyimpulkan bahwa asap rokok memuat 7.000 senyawa kimia. Dari jumlah tersebut, 250 di antaranya adalah zat beracun serta 69 di antaranya pemicu kanker. 

Rokok membahayakan kesehatan. Ilustrasi diambil dari indonesiabaik.id.

Semakin muda seseorang menjadi perokok, maka semakin besar kemungkinan mengidap kanker, terutama kanker paru dan kanker tenggorokan. Merokok pada usia yang semakin muda juga memperbesar risiko asma, penyakit jantung, dan stroke di kemudian hari, gangguan gigi, mengurangi kebugaran fisik, terganggunya perkembangan otak dan fungsi kognitif. serta memperbesar risiko penggunaan zat-zat adiktif dan terlarang lainnya. 

Ditilik dari kaca mata ekonomi, hasil penghitungan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan mengungkapkan kerugian yang dialami pemerintah akibat penyakit yang disebabkan oleh rokok bisa mencapai sepertiga Produk Domestik Bruto (PDB) dan seperlima dari total Anggaran Pendapatan Belanja negara (APBN), yakni sekitar Rp 4.180,27 triliun. 

Masih tingginya prevalensi perokok anak di negeri ini sangat boleh jadi disebabkan salah satu faktornya yaitu karena masih sangat mudahnya akses terhadap produk tembakau. Siapapun, termasuk anak-anak, dapat dengan mudah membeli rokok, etah itu di pedagang asong, warung atau kios di pinggir jalan hingga di mini-mini market. Di negara kita, rokok bahkan dapat dijual secara ketengan alias batangan. Orang dapat bebas membeli satu atau dua batang rokok.

Akses yang mudah terhadap rokok dibarengi pula dengan harga jual rokok yang relatif terjangkau. Meski pemerintah telah menaikkan tarif cukai rokok, toh jika dibandingkan dengan harga rokok di negara-negara lainnya, harga rokok di Indonesia masih lebih murah. Setidaknya itu menurut perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

Secara global, WHO mencatat rata-rata harga rokok mencapai 4 dollar AS (Rp 55.000) per bungkus. Adapun di Indonesia, rata-rata harga rokok per bungkus saat ini masih 2,1 dollar AS (Rp 29.000). Harga rokok di Indonesia bahkan sepuluh kali lebih murah jika dibandingkan dengan di Australia, yang mencapai 21 dollar AS (Rp 298.000) atau termahal di dunia (Kompas, 29/12/2021). 

Faktor lainnya yang diduga ikut menjadi biang kerok masih tingginya prevalensi perokok anak di negara kita yaitu masih gampangnya produsen rokok melakukan promosi. Promosi rokok, baik terang-terangan maupun terselubung, dengan gampang bisa ditemui di ruang-ruang publik maupun di media kita, baik media konvensional maupun media online. Begitu juga dengan program sponsorship yang melibatkan produk rokok. 

Aktivis gelar kampanye stop iklan rokok. Foto: PJ Leo/Jakarta Post.

Perlu payung hukum yang kuat

Keberadaan payung hukum yang kuat multak diperlukan untuk melindungi anak-anak kita, generasi penerus bangsa dan negara ini, dari paparan bahaya tembakau. 

Saat ini, kita sesungguhnya telah memiliki Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. 

Terbitnya PP 109 ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Dalam Pasal 2 ayat (1) PP 109 disebutkan bahwa penyelenggaraan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Adapun ayat (2) pada Pasal yag sama menyebutkan penyelenggaraan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk antara lain: (a) melindungi kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya bahan yang mengandung karsinogen dan zat adiktif dalam produk tembakau yang dapat menyebabkan penyakit, kematian, dan menurunkan kualitas hidup; serta (b) melindungi penduduk usia produktif, anak, remaja, dan perempuan hamil dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau.

Kendati tujuan PP 109 ini sangat mulia, toh banyak kalangan menilai PP ini telah out of date alias ketinggalan zaman, sehingga perlu sekali dilakukan revisi. Salah satunya yang perlu direvisi yaitu yang menyangkut soal iklan tembakau. Dalam PP 109, iklan produk tembakau hanya dikendalikan. Sama sekali tidak dilarang. Padahal, semestinya dilarang. 

Seluruh negara ASEAN saat ini telah melarang total iklan tembakau di media cetak, televisi, radio dan film, kecuali Indonesia. Selain itu, lebih dari setengah negara ASEAN, meliputi Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam telah melarang total iklan tembakau di titik-titik penjualan. 

Di Thailand, misalnya, kios-kios di sana sama sekali tidak memajang rokok secara bebas. Selain itu, hanya orang dewasa yang boleh membeli rokok. Itupun wajib menunjukkan identitas, dan rak penyimpanan rokok selalu tertutup. Di Negara Gajah Putih itu, kios-kios yang berada di dekat sekolah, rumah ibadah, rumah sakit, dan instalasi umum dilarang keras menjual rokok.

Bagaimana dengan Indonesia? Seperti telah dipaparkan di muka, akses terhadap produk tembakau demikian mudah. Siapapun, termasuk anak-anak, dapat membeli rokok, entah itu di pedagang asong, warung atau kios-kios pinggir jalan hingga di mini market. Di negara kita, rokok bahkan dapat dijual secara ketengan alias batangan. Padahal, semestinya diatur pula bahwa penjualan rokok tidak boleh dilakukan secara ketengan. Di sinilah antara lain perlunya pula revisi PP 109.

Webinar Prevalensi Perokok Anak oleh Yayasan Lentera Anak.

Hal lainnya yang membuat PP 109 perlu direvisi adalah yang menyangkut soal rokok elektrik alias vape. Berkat kemajuan teknologi, saat ini telah berkembang produk rokok elektrik. Nah, PP 109 sama sekali belum mengatur soal ini. Padahal, mengingat bahaya yang ditimbulkannya sama seperti rokok konvensional, aturan mengenai rokok elektrik sudah selayaknya masuk dalam PP 109.

Beberapa negara telah mengatur soal rokok elektrik. Contohnya, di Kanada, rokok elektrik tak diperbolehkan dikonsumsi oleh orang yang berusia di bawah 19 tahun. Adapun di beberapa negara, mengisap rokok elektrik diizinkan tetapi tidak boleh dilakukan di tempat umum.

Mengingat masih lemahnya payung hukum yang melindungi anak-anak kita dari bahaya tembakau, maka revisi PP 109 mendesak segera dilakukan. Publik perlu terus bersuara agar pemerintah segera merevisi PP 109 tersebut.

Anak adalah aset paling berharga bagi bangsa dan negara ini. Masa depan bangsa dan negara kita turut ditentukan oleh kualitas kesehatan anak-anak kita sejak dini. Darurat perokok anak harus kita sudahi. Kita mungkin masih ingat tema Hari Anak Nasional 2022 yakni “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Tema ini tentu bukan hanya untuk pemanis bibir. Namun, harus bisa diwujudkan menjadi sebuah realita. 

Dalam upaya melindungi anak-anak Indonesia inilah, kita membutuhkan payung hukum yang benar-benar kuat dalam mengatur produk-produk tembakau. Dengan begitu, komitmen pemerintah kita yang menargetkan penurunan jumlah perokok usia 10-18 tahun dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen di tahun 2024 dapat benar-benar terwujud.***

--

Sumber rujukan:

1) Arditho Ramadhan & Krisiandi. 2022. PP 109/2012 Dinilai Perlu Direvisi karena Gagal Lindungi Anak dari Rokok.

2) CNN Indonesia. 2019. Negara-negara di Dunia yang Melarang Vape. 

3) CNN INdonesia. 2022. Jumlah Perokok Dewasa di Indonesia Bertambah 8,8 Juta Selama 10 Tahun.

4) Dewanto Samodro & Ade P Marboen. 2017. ASEAN Larang Iklan Rokok Kecuali Indonesia.

5 Martha Warta Silaban. 2019. Hasil Litbang: Kerugian Pemerintah Akibat Rokok Rp 4.180 T.

6) National Cancer Institute. 2017. What Harmful Chemicals Does Tobacco Smoke Contain?

7) Rokom. 2022. Perokok Anak Masih Banyak, Revisi PP Tembakau Diperlukan.



Minggu, 14 Agustus 2022

Peran Universitas Airlangga dalam Pengembangan Desa Berbasis SDGs

SIDANG Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2015 telah menetapkan Agenda 2030 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Tujuannya untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, menjaga kualitas lingkungan hidup serta pembangunan yang inklusif, dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Kampus Unair. Foto: kabar24.bisnis.com.
SDGs mencakup 17 tujuan yaitu (1) Tanpa Kemiskinan; (2) Tanpa Kelaparan; (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera; (4) Pendidikan Berkualitas; (5) Kesetaraan Gender; (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak; (7) Energi Bersih dan Terjangkau; (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi; (9) Industri, Inovasi dan Infrastruktur; (10) Berkurangnya Kesenjangan; (11) Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan; (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab; (13) Penanganan Perubahan Iklim; (14) Ekosistem Lautan; (15) Ekosistem Daratan; (16) Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh; (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.

Sebagai produsen pengetahuan, lembaga pendidikan tinggi, seperti Universitas Airlangga, memiliki peran sentral dalam turut membantu pencapaian SDGs dengan cara menerapkan dan mendorong inisiatif pembangunan berkelanjutan melalui kebijakan dan praktik kelembagaannya. 

Peran sentral tersebut tampaknya disadari betul oleh Universitas Airlangga, yang notabene sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia dan memiliki visi World Class University. Bukti adanya kesadaran itu dapat kita lihat dari upaya yang dilakukan Universitas Airlangga dengan jalan membantu tercapainya SDGs di level desa, melalui pelaksanaan Program Desa Brilian, yang bekerja sama dengan salah satu bank BUMN di Tanah Air.

Seperti kita ketahui, desa mempunyai posisi strategis bagi berbagai program pembangunan di Indonesia. Pasalnya, terdapat 74.961 desa yang merepresentasikan 91 persen wilayah di Indonesia.


Inaugurasi Program Desa Brilian 2022 Unair.

Menurut Rektor Universitas Airlangga, Profesor Mohammad Nasih, seperti dikutip koran Jawa Pos, pengembangan desa termasuk bagian prioritas Universitas Airlangga untuk terlibat dalam memberikan impact yang maksimal. 

Dalam Program Desa Brilian ini, Universitas Airlangga sendiri menyiapkan tenaga-tenaga pendamping untuk membantu mereka yang hendak mengembangkan usaha dan melakukan pengelolaan organisasi di desa.

Kiranya apa yang dilakukan Universitas Airlangga ini dapat menjadi contoh nyata pula bagaimana Tri Dharma perguruan tinggi yang meliputi aspek pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat dijewantahkan dalam kehidupan nyata sehingga mampu menciptakan kolaborasi positif antara institusi pendidikan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat luas demi kemaslahatan bersama.

Kita berharap Program Desa Brilian yang dipelopori Universitas Airlangga ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan begitu, semakin banyak desa di negara kita yang terberdayakan.***

--

*Pembangunan berkelanjutan

*Djoko Subinarto

 


Jumat, 05 Agustus 2022

Menuju Ekonomi Hijau, APRIL Group Pelopori Adopsi Energi Bersih Terbarukan

DALAM upaya ikut mengurangi emisi karbon, sektor bisnis dan industri perlu mulai secara berangsur meninggalkan energi berbasis fosil dan beralih kepada energi bersih dan terbarukan. 

Foto: smart-energy.com.

Selama setengah abad terakhir, temperatur Bumi telah meningkat lebih cepat daripada yang diperkirakan. Penyebabnya adalah terus bertambahnya gas rumah kaca di atmosfer. Terjadinya peningkatan temperatur Bumi kemudian melahirkan perubahan iklim dan memicu munculnya sejumlah bencana ekologis seperti banjir bandang, longsor, kekeringan ekstrem, kebakaran hutan hingga badai dahsyat,  dan puting beliung. 

Sebagai persoalan global, perubahan iklim dengan berbagai konsekwensi yang ditimbulkannya, akan berimbas pada banyak sektor kehidupan. Tak terkecuali sektor  bisnis dan industri. 

Lantas, bagaimana kalangan bisnis dan industri harus merespons perubahan iklim ini? Kontribusi apa yang dapat diberikan dalam upaya membangun dan menjalankan usaha yang mengedepankan aspek keberlanjutan alias sustainability? 

Setidaknya terdapat dua tantangan yang dihadapi para pengelola bisnis dan industri dalam kaitannya dengan perubahan iklim. 

Tantangan pertama yaitu bagaimana mereka mampu menjaga agar bisnis dan industri mereka tetap mampu berjalan dengan baik di tengah kemungkinan-kemungkinan risiko bencana terkait iklim. 

Jika tidak diantisipasi dengan baik, kemunculan bencana ekologis terkait perubahan iklim dapat saja mengganggu operasional dan kinerja sektor bisnis dan industri. Sekadar ilustrasi, bencana seperti banjir ataupun longsor, misalnya, dapat mengganggu jadwal pengiriman bahan baku, ataupun mengganggu pelaksanaan proses produksi. Begitu juga dengan jadwal proyek bisnis yang sedang dan akan dilaksanakan dapat terganggu. 

Tantangan kedua yakni bagaimana bisnis dan industri sebagai entitas yang relatif besar dan melibatkan banyak pemangku kepentingan dapat turut mewujudkan apa yang disebut sebagai strategi dekarbonisasi.  

Beralih ke energi bersih

Kita sama-sama tahu, sektor binis dan industri selama ini telah ikut menyumbang emisi karbon antara lain melalui energi yang digunakan untuk berbagai aktivitasnya. Dalam upaya ikut mengurangi emisi karbon ini, sektor bisnis dan industri perlu mulai secara berangsur meninggalkan energi berbasis fosil dan beralih kepada energi bersih dan terbarukan. 

Solar Panel. Foto: aprilasia.com.

Kita mengapresiasi adanya sejumlah grup korporasi di Tanah Air yang telah mulai menginisiasi upaya-upaya dekarbonisasi. Contohnya adalah Asia Pacific Resources International Limited, lebih dikenal dengan nama APRIL Group, yang telah mulai menghasilkan energi sendiri dari sumber-sumber bersih dan terbarukan. 

Dengan mengusung visi pembangunan berkelanjutan bertajuk APRIL2030, perusahaan penghasil pulp dan kertas ini berkomitmen untuk menuju pengurangan emisi gas rumah kaca dengan melakukan substitusi dari bahan bakar berbasis fosil dengan energi bersih dan terbarukan. 

Merujuk pada APRIL 2021 Sustainability Report, sejauh ini APRIL Group telah berhasil memproduksi lebih dari 87 persen kebutuhan energinya dari sumber terbarukan, dan ditargetkan mencapai 90 persen pada tahun 2030 mendatang. 

Sebagai bagian dari program APRIL2030, di tahun 2025 mendatang, APRIL Group bakal melakukan pemasangan 20 megawatt panel surya di Kerinci. Sebelumnya, APRIL Group telah memasang 1 megawatt panel surya pada tahun 2021, dan 10 megawatt panel surya di tahun 2022. 

Saat ini, APRIL Group juga sedang menganalisis kelayakan penggantian peralatan-peralatan pabrik, seperti forklift dan truk kecil, dengan peralatan-peralatan yang dioperasikan dengan listrik, yang tentu saja lebih ramah lingkungan. 

APRIL2030, visi berkelanjutan APRIL Group. Foto: investor.co.id.

Selain itu, APRIL Group juga mendukung upaya-upaya menjaga keanekaragaman hayati, baik di tingkat global maupun di tingkat nasional. Untuk itu, APRIL Group  telah berkomitmen untuk setiap hektare lahan perkebunan komersial yang digarap, perusahaan akan menyisihkan lahan yang sama untuk kepentingan konservasi. Sampai Desember 2021 lalu, APRIL Group mengelola 360.200 hektare hutan alam dan lahan basah di Indonesia untuk melindungi fungsi ekosistem dan melestarikan keanekaragaman hayatinya. 

Apa yang telah diinisiasi oleh APRIL Group ini sudah barang tentu dapat direplikasi oleh sektor-sektor bisnis dan industri lainnya.

Bagaimanapun, upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim memang wajib kita lakukan. Di saat yang sama, strategi matang pengelolaan bisnis dan industri dalam menghadapi perubahan iklim perlu benar-benar disiapkan. Dengan begitu, kendala-kendala yang dapat mengganggu operasional dan kinerja bisnis dan industri dapat diminimalisir. 

Pada sisi lain, sektor bisnis dan industri diharapkan dapat terus berkontribusi secara lebih signifikan dalam menyokong aksi-aksi iklim yang manfaatnya, baik langsung maupun tidak langsung, dapat dirasakan masyarakat luas, sebagaimana yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh APRIL Group.(djk)***

--

 

RISET DAN INOVASI

Mahasiswa UNAIR Ciptakan Inovasi untuk Pencegahan dan Pengendalian Diabetes   Tim mahasiswa Universitas Airlangga [UNAIR], Surabaya, Jawa T...