Selasa, 10 Desember 2019

Dari Toba untuk Dunia

JUDUL BUKU: Pelestarian Pusaka Saujana Toba & Samosir untuk Dunia.
PENYUNTING: Eka Budianta.
PENERBIT: Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI), Jakarta.
TAHUN: 2011.
TEBAL: 128 halaman.

SALAH satu lahan basah (wetland) yang banyak dijumpai di Indonesia adalah danau. Lahan basah sendiri merupakan sebuah ekosistem yang karateristik fisik, kimiawi maupun biologisnya ditentukan oleh keberadaan air, baik yang bersifat alami maupun buatan, tetap atau pun sementara.

Ditilik dari aspek lingkungan, danau memiliki fungsi antara lain sebagai sumber air bagi kehidupan, pengatur aliran air dan penahan banjir, pengendap lumpur serta pengatur iklim mikro.

Di samping itu, danau juga dapat berfungsi sebagai tempat rekreasi dan wisata. Sementara dari segi budaya, kawasan danau juga berkontribusi penting bagi pelestarian sejumlah seni-budaya tradisi masyarakat. Oleh karena itu, keberadaan danau-danau di negeri ini harus terus dijaga dan dilestarikan.

Namun, sayang, berbagai fakta menunjukkan dari waktu ke waktu kondisi danau-danau yang ada di negeri ini mengalami penurunan, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Salah satu contohnya adalah yang menimpa Danau Toba di Sumatra Utara.

Bila dicermati, secara garis besar, terdapat dua permasalahan pokok yang sedang mengancam Danau Toba saat ini. Pertama, penurunan kualitas dan kuantitas air. Dan kedua, masalah alih fungsi lahan dan rusaknya lingkungan di sekitar Danau Toba.

Akibat ledakan
Danau Toba sendiri merupakan sebuah danau vulkanik dengan panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer dan merupakan danau terbesar di Indonesia. Danau Toba diperkirakan terbentuk melalui beberapa ledakan vulkanik dahsyat sekitar 75.000 tahun lalu, yang memicu terjadinya luncuran magma sebanyak 2.800 kilometer kubik. Akibat ledakan tersebut, kulit bumi yang tidak mampu menahan beban akhirnya patah dalam beberapa potongan. Potongan terbesar menjadi Pulau Samosir, sementara bagian potongan yang lain terisi air dan menjadi cikal bakal munculnya Danau Toba.

Tidak bisa dimungkiri, kawasan Danau Toba memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat besar nilai ekonomi maupun ekologinya. Sementara itu, sebagai daerah tujuan wisata,  danau ini pun memiliki potensi yang amat besar, baik dalam skala nasional maupun skala internasional. Sungguhpun demikian, hingga kini kekayaan sumber daya alam dan potensi pariwisata yang demikian besar ini masih belum teroptimalkan.

Berdasar pada kekayaan dan potensi luarbiasa yang dimiliki Danau Toba itulah buku bertajuk Pelesatarian Pusaka Saujana Toba & Samosir untuk Dunia ini disusun. Buku yang disunting oleh Eka Budianta ini merupakan kompilasi berbagai tulisan yang ditulis oleh berbagai kalangan dari berbagai disiplin ilmu yang menyoroti Danau Toba dari berbagai aspek.

Terbitnya buku ini diharapkan dapat menggugah para pemangku kepentingan untuk lebih serius memerhatikan Danau Toba, sebagai pusaka alam (natural heritage) yang dimiliki Indonesia, sehingga danau ini bisa lebih lestari dan lebih bermakna bagi Indonesia dan bahkan dunia.

Karena, bagaimanapun, Danau Toba bukan cuma milik masyarakat Sumatra Utara, tetapi juga telah menjadi milik masyarakat Indonesia dan dunia.(djk)

Senin, 09 Desember 2019

Ada Apa dengan 'Black Metal'?

JUDUL BUKU: Membongkar Kesesatan Black Metal.
PENULIS: Ann Wan Seng.
PENERBIT: MQ Publishing, Bandung.
TEBAL: xxiv + 202 halaman.
CETAKAN: Pertama, Maret 2007.

MUSIK, sebagai salah satu aspek yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia, berfungsi bukan hanya sebagai sarana hiburan semata. Lebih dari itu, musik bisa menjadi sebuah ideologi yang mengatur pikiran dan sikap kita. Sepanjang ideologi itu tidak berseberangan dengan norma hukum positif dan norma agama, tentu, tidak akan menjadi masalah.

Persoalannya akan lain ketika musik sebagai sebuah ideologi mendoktrin para penganutnya melakukan hal-hal sesat yang sulit diterima akal sehat. Inilah yang antara lain menjadi fokus perhatian Ann Wan Seng lewat bukunya bertajuk Membongkar Kesesatan Black Metal, terbitan MQ Publishing, Bandung.

Bagi kawula muda pecinta musik metal sendiri, aliran black metal tampaknya bukan sesuatu yang asing. Aliran musik ini begitu khas menonjolkan suara-suara yang memekakkan telinga. Syair lagu yang dinyanyikan biasanya tidak jelas dan selalu diulang-ulang. Lantas, apa yang salah dengan musik black metal?

Menurut Ann Wan Seng, kesesatan aliran musik black metal antara lain terletak pada syairnya yang mengandung ayat-ayat memuja setan. Selain itu, imbuh Ann Wan Seng, syair lagu-lagu black metal banyak yang mengandung kata-kata kotor, cabul, mencaci dan menghina Tuhan.

"Aliran musik black metal tidak hanya mengandung elemen yang menyesatkan tetapi juga menggalakkan seks bebas, penggunaan narkoba dan vandalisme. Musik black metal bisa membuat seorang hilang ingatan, setengah sadar dan bertindak liar," demikian antara lain tulis Ann Wan Seng.

Ditambahkannya, "Penganut aliran black metal diarahkan supaya bertindak berlawanan dengan kehendak masyarakat dan undang-undang. Pikiran dan jiwa para pengikut black metal juga dipengaruhi dan didoktrin supaya menentang agama dan membenci Tuhan.”

Padahal, menurut Hari Moekti -- mantan rocker yang kemudian menjadi dai -- dalam pengantar buku ini, manusia tidak boleh berpaling dari agama dan Tuhan. "Semua yang Alloh berikan kepada manusia bukan untuk membuat  manusia berpaling dari-Nya," tulis Hari Moekti yang sempat ngetop lewat salah satu lagunya bertajuk Ada Kamu ini.

Secara garis besar, buku karya pengarang Malaysia ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama mengupas soal sejarah gerakan pemuja setan sedangkan bagian kedua membahas persoalan-persoalan yang berlaku di dalam dan di luar kelompok penganut aliran black metal.(djk)

Kisah Menarik di Balik Benda Biasa

JUDUL BUKU: Kisah-Kisah Menarik di Balik Penemuan Benda-Benda Biasa dalam Kehidupan Sehari-hari.
PENULIS: Don L Wulffson.
PENERBIT: Arena.
TEBAL: 99 halaman.

TERDAPAT banyak benda di sekeliling kita yang sangat boleh jadi biasa kita gunakan atau paling tidak benda-benda itu kerap kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya sikat gigi, cermin, garpu, keranjang belanja, jam weker, kacamata, penghisap debu, peniti, sabun, sepatu atau bahkan tempat tidur.

Namun, apakah selama ini kita sempet memikirkan latar belakang ditemukannya benda-benda tadi?

Sesungguhnya, ada berbagai kisah menarik di balik penemuan benda-benda yang biasa kita lihat dan gunakan dalam kehidupan sehari-hari itu lho.

Nah,  kalau Anda penasaran dan ingin tahu bagaimana sejumlah benda ditemukan serta cerita-cerita menarik apa saja yang ada di balik penemuan benda-benda itu, coba deh  baca buku mungil karya Don L Wulffson ini.

Selain wawasan bakal kian bertambah, siapa tahu setelah membaca buku ini Anda lantas terilhami pula untuk bisa menemukan atau menciptakan benda-benda lainnya yang sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia kelak di kemudian hari.(djk)

Minggu, 08 Desember 2019

Bekal untuk Berburu Objek Pemotretan

JUDUL BUKU: Het Fotoboek.
PENULIS: Dick Boer.
TAHUN: 1992.
PENERBIT: BVK.
TEBAL: 219 halaman.
ISBN: 90-5121-186-4.

BANYAK jalan menuju Kota Roma. Banyak jalan pula untuk belajar. Belajar apa saja. Termasuk belajar seni fotografi.

Bisa secara formal dari bangku sekolahan atau bangku kuliah. Bisa juga belajar langsung dari praktisi di lapangan. Jalan lainnya yang bisa ditempuh adalah belajar mandiri, otodidak, dibantu lewat buku bacaan.

Banyak buku fotografi yang bisa kita jadikan rujukan untuk belajar motret. Salah satunya adalah Het Fotoboek.

Ditulis oleh Dick Boer, buku ini termasuk ke dalam kategori buku pengantar fotografi. Pas buat para pemula.

Buku setebal 219 halaman terbitan VBK Media ini memuat 13 topik bahasan seputar dunia jeprat-jepret lewat kamera. Masing-masing topik dielaborasi lebih jauh dalam sejumlah subtopik.

Karena buku ini terbit di era kamera film, jangan heran kalau kita masih jumpai topik-topik seputar film negatif dan positif, teknik manipulasi kamar gelap, serta teknik mencuci film dan mencetak foto.

Kendatipun berasal dari zaman old, buku ini tetap masih layak dibaca saat kiwari, khususnya oleh mereka yang ingin memahami teori dasar-dasar fotografi secara lebih baik dan lebih benar.

Mereka yang sudah lebih dulu paham dasar-dasar fotografi dan ingin lebih fokus memahami -- dan mungkin menekuni -- bidang-bidang fotografi tertentu, seperti foto makro, lanskap, bahkan foto telanjang, dapat langsung menyimak bab 10 buku ini.

Sebagai sebuah buku pengantar, buku ini sangat cocok dibaca-baca sebagai bekal sebelum kita pergi ke lapangan berburu objek pemotretan.(djk)

Melawan Horor Kemacetan

JUDUL BUKU: Bergerak Tak Berasap.
PENYUSUN: Komunitas Bandung Menulis.
PENYUNTING: Anna Farida.
CETAKAN: I, Januari 2019.
PENERBIT: Nuansa, Bandung.
TEBAL: 117 halaman.

KOTA yang sehat, keren dan humanis adalah kota di mana sebagian besar warganya memilih berjalan kaki atau bersepeda. Sayang, alih-alih menjadi kota yang disesaki pesepeda dan pejalan kaki, kota-kota di negeri ini malah kian disesaki kendaraan bermotor.

Buntutnya, kota-kota kita nyaris setiap hari dirundung horor kemacacetan lalu-lintas. Dan membiarkan horor kemacetan berarti membiarkan terjadinya kerugian yang lebih besar lagi. Seperti kita ketahui, kemacetan lalu lintas menjadikan polusi udara makin meningkat dan ini berisiko meningkatkan penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit paru-paru dan penurunan kecerdasan. Indonesia sendiri, seperti pernah dilaporkan Bloomberg, saat ini menduduki peringkat ke-8 sebagai negara dengan tingkat pencemaran udara paling parah di seluruh dunia.

Secara sederhana, kemacetan terjadi lantaran panjang serta lebar jalan tidak seimbang dengan jumlah kendaraan. Logikanya, cara paling gampang untuk mengatasi kemacetan adalah dengan menambah panjang jalan dan lebar jalan yang ada. Akan tetapi, menambah panjang dan lebar jalan tidak selalu bisa dilakukan. Yang paling mungkin adalah membuat jalan baru, seperti dengan membuat jalan tol di dalam kota.

Sampai batas tertentu, membangun jalan tol dalam kota memang dapat mengatasi kemacetan lalu-lintas. Akan tetapi, kebijakan seperti ini cuma mengatasi kemacetan untuk sementara waktu jika tidak disertai dengan upaya-upaya lainnya, mulai dari membenahi manajemen transportasi, pengadaan transportasi massal yang murah, nyaman serta aman, pembatasan jumlah kendaraan bermotor hingga ke pendidikan disiplin berlalu-lintas warga kota serta pengubahan gaya hidup.

Sejatinya, salah satu upaya penting dalam mengupayakan pemecahan masalah kemacetan di negeri ini adalah bagaimana mengubah gaya hidup masyarakat. Gaya hidup masyarakat harus diarahkan kepada gaya hidup yang bersahaja dan lebih ramah lingkungan.

Lihat saja, masyarakat kita sekarang ini cenderung lebih memilih menggunakan kendaraan bermotor untuk bepergian dari dan ke satu tempat yang nota bene jaraknya tidak terlalu jauh. Padahal, untuk mencapai tujuan yang jaraknya kurang dari dua kilometer, kita bisa tempuh dengan cara berjalan kaki. Sementara untuk tujuan dengan jarak kurang dari duapuluh kilometer, kita dapat tempuh dengan menggunakan sepeda.

Sebagian dari kita mungkin saja begitu getol mengeluhkan soal kemacetan lalu-lintas. Ironinya, tidak sedikit dari mereka yang mengeluhkan soal kemacetan itu nyaris saban hari kemana-mana menggunakan kendaraan bermotor pribadi. Dengan demikian, mereka mengeluh, tetapi sesungguhnya mereka sendiri adalah bagian dari masalah yang mereka keluhkan.

Maka, untuk ikut mengatasi kemacetan yang membuat lingkungan kita semakin tidak sehat, kita bisa mulai dari diri kita sendiri. Kita bisa menjadi pahlawan bagi lingkungan kita. Caranya cukup dengan mulai membiasakan untuk lebih sering menggunakan transportasi publik daripada menggunakan kendaraan pribadi. Untuk menempuh jarak yang tidak terlalu jauh, kita cukup berjalan kaki atau mengayuh sepeda.

Taruhlah, separuh dari karyawan, separuh dari mahasiswa dan separuh dari pelajar yang ada di kota-kota besar di negeri ini mau berjalan kaki dan atau mengayuh sepeda untuk menjangkau tempat-tempat tujuan mereka yang tidak terlalu jauh, niscaya ini akan memberi kontribusi berarti bagi pengurangan tingkat kemacetan dan pencemaran udara di kawasan ini.

Realitanya, jumlah warga yang memilih untuk berjalan kaki ataupun bersepeda di negeri ini boleh dibilang masih minoritas. Atas dasar kenyataan itulah, buku bertajuk Bergerak Tak Berasap yang disusun oleh Komunitas Bandung Menulis ini diluncurkan. Buku yang ditulis secara keroyokan ini berupaya mengajak dan memotivasi khalayak -- siapa pun mereka -- untuk memilih lebih banyak berjalan kaki serta mengayuh sepeda.

Di buku setebal 117 halaman ini, seluruhnya ada 36 tulisan yang ditulis oleh orang-orang yang berbeda, baik dari segi usia, profesi maupun latar belakang pendidikannya. Mereka disatukan dengan keyakinan dan pengalaman yang sama bahwa jalan kaki dan naik sepeda bukan saja bermanfaat bagi diri sendiri, tetapi juga bermanfaat bagi lingkungan kita. Mereka memilih langkah kecil, namun sangat berarti, dalam upaya mereka agar tidak ikut menjadi pihak yang ikut menyumbang bagi kemacetan. Nah, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda ingin menjadi bagian dari solusi kemacetan, atau tetap menjadi bagian dari masalah kemacetan itu sendiri? Tentu, keputusan sepenuhnya ada di tangan Anda.(djk)

RISET DAN INOVASI

Mahasiswa UNAIR Ciptakan Inovasi untuk Pencegahan dan Pengendalian Diabetes   Tim mahasiswa Universitas Airlangga [UNAIR], Surabaya, Jawa T...