Minggu, 21 Agustus 2022

Emak-emak Wajib Merdeka dari Hoaks

Lahirnya internet, sebagai salah satu bagian dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, menjadikan informasi saat ini bukan lagi monopoli segelintir individu atau segelintir kelompok. Siapa pun, sepanjang memiliki akses internet, bisa melahap informasi tanpa batas. Bukan cuma itu, siapa pun kini bisa pula memproduksi informasi -- terlepas apakah informasi itu bernilai atau tidak -- dan menyebarkannya ke seantero jagat dengan cepat dan seketika.

Hoaks jadi tantangan kita bersama. Foto: Markus Winkler/Unsplash.

Salah satu bentuk aktivitas yang melibatkan pemanfaatan internet yang kian berkembang dewasa ini adalah penggunaan media sosial. Menurut Nielsen -- lembaga riset informasi dan media yang berkantor pusat di New York, Amerika Serikat -- sekarang ini pengguna internet lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk mengakses situs media sosial ketimbang mengakses situs-situs internet lainnya.

Di sisi lain, kian beragamnya jenis media sosial menjadikan kian banyak orang, termasuk di Indonesia, dewasa ini memiliki lebih dari satu akun media sosial dan membuat mereka semakin lama tenggelam dalam aktivitas di dunia virtual. Sebagai ilustrasi, hasil survei yang dilakukan oleh jobstreet.com beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa 22 persen karyawan di Indonesia setidaknya memiliki tiga akun media sosial yang berbeda, 21 persen lainnya memiliki lebih dari lima akun media sosial, dan 18 persen memunyai empat akun media sosial. Sedangkan para karyawan yang hanya memunyai dua akun media sosial sebesar 16 persen, sementara yang memliki satu akun media sosial sebesar 10 persen. Sebagian besar dari mereka menghabiskan rata-rata tiga jam -- dari waktu kerja delapan jam -- sehari untuk mengakses media sosial.

Kendatipun media sosial melahirkan sejumlah manfaat, seperti menyambung tali silaturahim, menambah pertemanan dan memperluas jejaring sosial serta relasi bisnis, harus diakui keberadaan jejaring media sosial tidak jarang dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak produktif

Salah satu perilaku tidak produktif dalam pemanfaatan media sosial di negeri ini yaitu membagikan atau menyebarkan kabar-kabar bohong alias hoaks. Ada ribuan kabar bohong yang beredar di media sosial. Kabar-kabar bohong itu bukan cuma menyangkut isu politik, tetapi juga ada yang menyangkut isu kesehatan, bencana, agama hingga isu penculikan anak.

Dilansir dari inilah.com, selama kurun waktu antara 23 Januari 2020 hingga 18 November 2021, misalnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat ada sekurangnya 1.991 isu hoaks seputar COVID-19 pada 5.131 unggahan media sosial. Kementerian Komunikasi dan Informatika sendiri telah melakukan pemutusan akses terhadap 5.004 unggahan hoaks tersebut sedangkan 127 unggahan lainnya sedang ditindaklanjuti.

Kaum emak-emak

Boleh jadi tidak sedikit dari mereka yang membagikan atau menyebarkan kabar-kabar bohong lewat media sosial sekarang ini adalah para emak-emak alias kaum ibu.  Ambil contoh, dari kasus hoaks kecelakaan pesawat udara dan hoaks penculikan anak, seperti yang pernah diwartakan inilah.com dan ditangani pihak kepolisian, beberapa waktu lalu, diketahui bahwa sebagian pelakunya adalah ibu-ibu.  Pada titik inilah, membangun budaya berpikir kritis, skeptis dan analitis di kalangan generasi emak-emak menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi bangsa ini di tengah gelontoran informasi yang sulit sekali kita bendung dewasa ini.

Tentu saja, kita ingin para ibu di negeri ini dapat lebih cerdas dan lebih bijak dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Kita sama sekali tidak ingin generasi emak-emak kita berperilaku kontraproduktif dengan menjadi distributor kabar-kabar bohong lewat jejaring media sosial.

Di era digital sekarang ini, kita mengalami banjir bah informasi yang demikian hebat nyaris setiap saat. Kita semua saat ini mendapatkan limpahan aneka ragam jenis informasi, mulai dari teks, suara, gambar maupun film dengan melibatkan beragam platform.

Kemampuan untuk menyaring, memahami, menganalisis, mengelola, memproduksi dan membagi informasi merupakan sebuah keniscayaan. Oleh sebab itu, kemampuan literasi dasar berupa membaca dan menulis saja tampaknya belum cukup menjadi bekal ampuh untuk melakoni kehidupan di masa kini.

Selama ini, kebanyakan dari kita masih mendefinisikan literasi sebatas kemampuan membaca dan menulis. Akan tetapi, akibat perubahan-perubahan besar sebagai buntut dari kemajuan di sektor teknologi informasi dan komunikasi, kemampuan literasi pun sekarang ini kerap dikaitkan pula dengan kemahiran dalam soal penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi termutakhir. Maka, kemudian, muncullah istilah literasi data, literasi digital, literasi informasi, literasi media sosial, literasi multimedia, literasi virtual maupun literasi web.

Kaum ibu zaman now, mau tidak mau, harus memiliki kemampuan literasi-literasi tersebut, yang memang dibutuhkan untuk mengarungi era digital saat ini. Pelatihan, loka karya maupun kursus-kursus singkat terkait dengan literasi data, literasi digital, literasi informasi, literasi media sosial, literasi multimedia, literasi virtual maupun literasi web yang menyasar kaum ibu sudah seharusnya digiatkan untuk saat ini.

Dengan memiliki kemampuan literasi-literasi tersebut secara memadai, kaum emak-emak di negeri ini diharapkan tidak tergagap-gagap menghadapi banjir informasi dan berbagai perubahan dahsyat sebagai dampak dari terus berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi. Sebaliknya, mereka justru mampu memanfaatkan kemajuan teknologi dan melimpahnya informasi untuk menggapai kehidupan yang lebih baik dan lebih produktif.*** 

--


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PAJAK MINUMAN BERPEMANIS

Mendorong Pilihan Hidup Sehat Melalui Pajak MBDK SEKTOR pajak dapat turut berkontribusi dalam mendorong terwujudnya masyarakat yang lebih se...