Rabu, 17 Mei 2023

Farwiza Farhan, Perempuan Penjaga Hutan Leuser yang Dibutuhkan Dunia di Masa Depan

SEPARUH isi Bumi adalah perempuan. Namun, jarang sekali ada perempuan yang punya cukup kesempatan untuk berada dalam posisi di mana ia bisa ikut mengambil keputusan mengenai lahan, mengenai sumber daya alam, mengenai sumber air.

Farwiza Farhan. Foto: serambinews.com.

Demikian dituturkan oleh Farwiza Farhan (36), co-founder Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAKA), yang juga aktif bekerja untuk penyelamatan dan pelestarian Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), saat tampil dalam sebuah acara bincang-bincang (talk show) di BTV yang dipandu host BTV, Rolando Sambuaga, beberapa waktu lalu.

Berkat upaya dan kegigihannya menyelamatkan dan melestarikan Kawasan Ekosistem Leuser, perempuan kelahiran Kota Banda Aceh, 1 Mei 1986 ini, oleh majalah Time dinobatkan sebagai salah satu sosok inspiratif dunia, dan masuk dalam daftar Time 100 Next 2022 untuk kategori Leaders.

Di mata Wiza, panggilan akrab Farwiza, Kawasan Ekosistem Leuser adalah kawasan terakhir di dunia tempat satwa langka seperti gajah, badak, harimau, dan orangutan masih tinggal bersama-sama di alam.

“Kenyataan bahwa Leuser jadi satu-satunya tempat terakhir membuat kita sedih, tapi juga membuat motivasi bagi kita untuk melindungi Kawasan Ekosistem Leuser demi memastikan satwa- satwa itu tidak jadi punah,” jelasnya.

Apa yang telah dilakukan Farwiza dalam upaya menyelamatkan dan melestarikan Kawasan Ekosistem Leuser mendapat pula perhatian dan apresiasi dari perintis Microsoft, Bill Gates. Lewat sebuah cuitan di akun Twitter-nya, Gates menyebut Farwiza merupakan sosok yang dibutuhkan dunia di masa depan. 

“Leaders like @wiiiiza make me optimistic for our future. Earlier this year, I had the opportunity to meet Farwiza and was so impressed by her work protecting the Leuser ecosystem in Indonesia,” cuitnya.

Farwiza, yang merupakan alumnus ilmu biologi kelautan Universiti Sains Malaysia serta alumnus pendidikan magister manajemen lingkungan University of Queensland ini, mengaku bahwa dirinya sempat bekerja di luar negeri dengan penghasilan lumayan besar.

Namun, menurutnya, ia tidak puas dengan kontribusinya. “Saya merasa hidup akan lebih berguna jika ilmu, pengalaman, dan jejaring yang saya dapatkan selama saya menempuh pendidikan bisa saya bawa pulang ke Aceh,” tegasnya, sebagaimana pernah dikutip Mongabay Indonesia.

Ia menyebut bahwa dirinya sudah sejak lama ingin bekerja di bidang konservasi. Namun, kesempatan itu baru datang ketika ia pulang ke Aceh dan berkenalan dengan Kawasan Ekosistem Leuser. Sejak itulah, keinginan untuk mendedikasikan dirinya untuk Kawasan Ekosistem Leuser semakin kuat.

Dalam upayanya menyelamatkan dan melestarikan Kawasan Ekosistem Leuser, selain kebijakan dan advokasi, fokus utama Farwiza yaitu meningkatkan akses dan memperdalam keterlibatan perempuan terkait penyelamatan lingkungan.

Farwiza, yang tahun 2021 lalu mendapatkan penghargaan Pritzker Emerging Environmental Genius Award 2021 dari Institute of Environment and Sustainability, Universitas California, Los Angeles (UCLA) ini, menilai perlindungan hutan menjadi sangat penting karena terkait langsung dengan sumber-sumber kehidupan yang kita butuhkan sehari-hari, terutama soal air.

“Untuk banyak orang yang hidup di tingkat tapak, yang hidup di pinggir hutan, air itu bukan sesuatu yang mereka dapatkan cuma sekadar menyalakan keran, maka air bersih akan mengalir. Banyak dari mereka yang masih bergantung pada sungai, pada sumber- sumber mata air yang disediakan oleh alam. Maka, perlindungan hutan jadi sangat penting,” tegasnya.

Takala ditanya host BTV apakah untuk menjadi konservasionis itu harus 100 persen dipelajari atau harus 100 persen panggilan hati, Farwiza menjawab dengan mantap bahwa untuk menjadi konservasionis itu 100 persen dipelajari.

‘‘Karena pertama ada ilmunya, ilmu ekologi, ilmu hukum, ilmu sosiologi, ilmu marketing. Di saat yang sama, panggilan hati itu terjadi kalau kita sudah mempelajari sesuatu. Terus kita jadi lebih mengerti, terus muncul rasa ingin tahu yang lebih besar, muncul rasa ingin melindungi, muncul rasa sayang, dan rasa cinta,” paparnya. 

Singkatnya, dalam hemat Farwiza, konservasionis itu 100 persen bisa dipelajari, 100 persen nanti hati akan terpanggil.(jok)***

--

RISET DAN INOVASI

Mahasiswa UNAIR Ciptakan Inovasi untuk Pencegahan dan Pengendalian Diabetes   Tim mahasiswa Universitas Airlangga [UNAIR], Surabaya, Jawa T...