Minggu, 04 Desember 2022

Revolusi Industri 4.0 dan Inklusivitas Layanan Pendidikan Tinggi

Pendidikan adalah hak setiap individu. Para pengelola perguruan tinggi, di mana pun, perlu terus memikirkan dan mengusahakan bagaimana lembaga pendidikan tinggi yang mereka kelola dapat memberikan layanan pendidikan yang dapat dinikmati oleh segenap lapisan masyarakat seluas-luasnya.

Salah satu sudut kampus Untan. Foto: Tribun Pontianak.

Perguruan tinggi mesti senantiasa adaptif dan menyelaraskan dengan perkembangan zaman. Pengelola perguruan tinggi tidak boleh gagap dalam menghadapi banjir informasi dan berbagai perubahan dahsyat sebagai dampak dari terus berkembangnya teknologi digital.

Kita sama-sama ketahui, peningkatan aksesibilitas serta mobilitas teknologi digital telah dengan cepat mengubah cara kita berkomunikasi. Batas-batas geografis menjadi runtuh. Jarak dan waktu tidak lagi menjadi kendala sama sekali. Komunikasi dan pertukaran informasi bisa dilakukan di mana pun dan kapan pun. Dunia seolah benar-benar telah menjadi datar.

Dewasa ini, kita dapat berkomunikasi secara instan dengan menggabungkan teks, foto maupun video melalui teknologi telepon pintar atau komputer serta perangkat multimedia lainnya. Pada saat bersamaan, siapa pun kini bisa pula memproduksi informasi -- terlepas apakah informasi itu bernilai atau tidak -- dan menyebarkannya ke seantero jagat dengan cepat dan seketika. Perubahan-perubahan yang mengiringi kemajuan teknologi informasi dan komunikasi ini telah melahirkan lanskap-lanskap tekstual baru (Carrington, 2005). 

Di era yang disebut-sebut sebagai Revolusi Industri 4.0 ini, yang ditandai dengan kian lekatnya penggunaan teknologi digital dalam kehidupan kita, semakin sulit dimungkiri jagat virtual telah menjadi “rumah kedua” kita. Bahkan, boleh jadi bagi sebagian orang saat ini, interaksi sosial justru lebih intens dilakukan di alam virtual ketimbang di alam nyata. 

Di sektor layanan pendidikan, saat ini teknologi ikut berkontribusi pada proses evolusi dalam cara kita menerima layanan pendidikan, termasuk layanan pendidikan tinggi. Sekarang ini, dengan cukup mengklak-klik tetikus (mouse) komputer atau memijat-mijit aplikasi di gawai (gadget), kita langsung bisa mendapatkan akses ke layanan pendidikan tinggi.

Ambil contoh, untuk registrasi mahasiswa baru, misalnya, kini calon mahasiswa bisa melakukannya secara daring (online). Begitu juga tatkala harus melakukan registrasi ulang, atau untuk mendapatkan layanan bimbingan maupun konsultasi dari dosen, para mahasiswa dapat melakukannya via fasilitas online.  

Proses pembelajaran di ruang kuliah tak ketinggalan pula kini melibatkan aktivitas online. Sekarang ini, kita melihat kampus-kampus di Tanah Air telah membangun dan memiliki sistem e-learning. Termasuk Universitas Tanjungpura (Untan), Pontianak, Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu kampus perguruan tinggi terbaik di Tanah Air.  

Tangkapan layar e-learning Untan. Foto: Djoko ST.
Sistem e-learning di perguruan tinggi ini perlu terus dikembangkan agar layanan pendidikan tinggi kian inklusif dan tidak elitis. Bagaimanapun, peluang untuk menikmati layanan pendidikan tinggi mesti diberikan secara sama kepada segenap warga negara untuk dapat mengenyam pendidikan. Siapa pun, terlepas dari faktor etnik, jender, usia, status sosial, lokasi geografis, keyakinan, cacat tubuh dan sebagainya, memiliki hak untuk memperoleh pendidikan, termasuk pendidikan tinggi.

Kita tentu sedih ketika sebagian orang akhirnya harus menggantung keinginannya untuk menuntut ilmu di bangku perguruan tinggi hanya karena terbentur hambatan-hambatan tertentu. Padahal, secara intelektual, mereka mungkin mampu untuk mengikuti proses pembelajaran di perguruan tinggi.

Pada titik inilah, pemanfaatan teknologi digital oleh perguruan tinggi dapat menjadi satu solusi agar layanan pendidikan tinggi bisa diakses oleh semakin banyak kalangan. Salah satu bentuk solusi kongkretnya dalam hal ini yaitu dengan menyediakan fasilitas e-learning berupa MOOCs (massive open online courses).

Lewat MOOCs, perkuliahan atau kursus-kursus untuk sejumlah disiplin ilmu diberikan secara gratis dan terbuka untuk umum. Peserta cukup mendaftar secara online dan kemudian mengikuti rangkaian perkuliahan secara online pula. Untuk menguji pemahaman peserta, bisa saja nanti kemudian diberi tugas, kuiz, maupun ujian akhir yang jawabannya harus diposting online melalui fasilitas MOOCs yang telah disediakan. Di akhir perkuliahan, sertifikat bisa saja diberikan kepada mereka yang memang dinilai layak untuk mendapatkannya.

Untan sudah barang tentu dapat pula merintis pengembangan MOOCs ini, sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi dan bagian dari misi Untan untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat. 

Jika dapat diselenggarakan secara baik, MOOCs dapat menjadi tawaran alternatif yang sangat bagus, yang bisa diberikan oleh perguruan-perguruan tinggi kita kepada masyarakat luas untuk menimba berbagai ilmu pengetahuan di perguruan tinggi. Dengan begitu, masyarakat kita bisa lebih berpengetahuan dan semakin berdaya. ***

--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RISET DAN INOVASI

Mahasiswa UNAIR Ciptakan Inovasi untuk Pencegahan dan Pengendalian Diabetes   Tim mahasiswa Universitas Airlangga [UNAIR], Surabaya, Jawa T...