Minggu, 18 Desember 2022

Urgensi Sawit Berkelanjutan, Energi Terbarukan, dan Pengentasan Kemiskinan

Kelapa sawit telah menjadi bagian penting kehidupan kita saat ini. Suka atau tidak, hampir setiap produk yang kita gunakan sehari-hari mengandung unsur minyak sawit. Tak cuma produk pangan, tetapi juga produk nonpangan.

Inisiatif berkelanjutan dari Apical. Foto: wartajakarta.com.
Merujuk data dari Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), dari total 47 juta ton crude palm oil (CPO) yang dihasilkan Indonesia saat ini, sebanyak 20 juta ton adalah konsumsi untuk pasar domestik, dengan rincian 9 juta ton untuk penggunaan biodiesel, 7 juta ton untuk produk pangan, 2,5 juta ton untuk penggunaan oleokimia, dan sisanya untuk penggunaan lainnya.

Mengingat perannya yang sangat penting bagi kehidupan kita, upaya membuat industri sawit lebih berkelanjutan mutlak diperlukan.

Secara sederhana, keberlanjutan dapat didefinisikan sebagai penyediaan kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka di masa depan.

Menurut McKinsey, memiliki strategi keberlanjutan dalam berbisnis memungkinkan perusahaan melakukan investasi jangka panjang.

McKinsey mencatat, strategi keberlanjutan dapat mengurangi biaya secara substansial dan dapat mempengaruhi laba operasi perusahaan hingga 60 persen. Selain itu, juga dapat menurunkan konsumsi energi dan air.

Secara umum, membangun keberlanjutan ke dalam unit bisnis yang kita jalankan bukan hanya dapat meningkatkan peluang perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas keberlanjutannya, tetapi juga dapat meningkatkan hubungan dengan pemerintah dan masyarakat setempat.

Apical2030

Meskipun 90 persen para eksekutif bisnis menganggap aspek keberlanjutan itu penting, toh sejauh ini baru 60 persen perusahaan di seluruh dunia yang telah memiliki strategi keberlanjutan dalam bisnis yang mereka jalankan (Talal Rafi, 2021).

Dan Apical Group adalah salah satu di antara 60% perusahaan di dunia yang telah mengadopsi strategi bisnis berkelanjutan. Perusahaan yang bergerak di industri sawit ini menuangkan sejumlah strategi bisnis berkelanjutannya lewat apa yang disebut sebagai Apical2030.

Secara garis besar, Apical2030 adalah sebuah inisiatif keberlanjutan yang strategis, yang terdiri dari komitmen pada empat pilar strategis sebagai berikut.

Pertama, kemitraan transformatif. Ini memiliki empat target yaitu berkolaborasi dengan pemasok untuk mencapai 100% rantai pasokan yang sesuai dengan kebijakan tanpa deforestasi, tanpa gambut, dan tanpa eksploitasi; melibatkan 100% pemasok untuk verifikasi ketertelusuran yang independen pada tahun 2025; berkolaborasi dengan pemasok untuk mendorong penggunaan energi bersih melalui 20 pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBG); serta bermitra dengan pemasok untuk melestarikan hutan dan lahan gambut seluas 150.000 hektare di dalam lanskap area Apical pada tahun 2030.

Kedua, aksi iklim. Targetnya memerangi perubahan iklim dan dampaknya, yakni dengan mengurangi 50% intensitas emisi gas rumah kaca (GRK) dalam proses produksi pada tahun 2030 dan mencapai netral karbon pada tahun 2050.

Ketiga, inovasi hijau. Pemanfaatan inovasi untuk mencapai operasi perusahaan yang semakin berkelanjutan. Caranya antara lain yakni 38% dari total penggunaan energi berasal dari sumber energi terbarukan dan bersih serta dengan meningkatkan intensitas penggunaan air hingga 30% melalui solusi sirkular.

Keempat, kemajuan inklusif. Tujuannya untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan melalui inisiatif yang disesuaikan dengan jalan mendukung masyarakat melalui 30 desa berkelanjutan atau sustainable living villages (SLV) pada tahun 2030 dan mendukung 5.000 petani swadaya untuk mencapai sertifikasi pada tahun 2030 mendatang.

Peluncuran Apical2030. Foto: Apical Group via CNN Indonesia.
Powered by Palm Oil

Menurut Jummy Bismar Sinaga, Senior Manager Commercial Biofuel Apical Indonesia, seperti dikutip majalah Sawit Indonesia, dalam penerapan sustainability atau keberlanjutan, Apical mendasarkan pada permintaan atau demand. Pasalnya, kata Jummy, pasar-pasar di Eropa, Asia, Amerika, dan Afrika sudah menerapkan sertifikasi terkait sustainability palm oil.

“Produk minyak kelapa sawit yang dihasilkan harus mampu ditelusuri sumber bahan bakunya. Begitu pula harus diketahui sertifikat berkelanjutan yang telah diperoleh pemasok bahan baku apakah telah memiliki ISPO, RSPO serta ISCC. Kami ingin memastikan pasokan berasal dari perkebunan yang menjalankan prinsip keberlanjutan, di antaranya melalui perlindungan area konservasi, perlindungan lahan gambut, serta memberikan dampak positif pada masyarakat di sekitar wilayah operasi,” terang Jummy.

Selain meluncurkan Apical2030, Apical Group juga meluncurkan kampanye bertajuk Powered by Palm Oil. Tujuannya selain untuk meningkatkan praktik bisnis berkelanjutan, juga untuk menyadarkan masyarakat, khususnya kalangan generasi muda, bahwa minyak kelapa sawit adalah salah satu bahan yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari.

Melalui kampanye Powered by Palm Oil, Apical berkolaborasi dengan figur-figur yang berpengaruh pada industri yang ditekuninya untuk memperlihatkan bagaimana minyak sawit yang diproduksi secara berkelanjutan berperan dalam kisah kehidupan mereka, membantu mereka mencapai tujuan serta membantu sesama.

Salah satu figur yang diajak berkolaborasi dalam hal ini yaitu Ryan Haryanto, mantan juara balap. Dalam pandangan Ryan Haryanto, teknologi telah membuat kemajuan besar dalam dunia olahraga, khususnya olahraga otomotif, hari ini, seperti penggunaan tenaga listrik dan biodiesel. Menurutnya, hal ini baik bagi lingkungan, aman, dan terbarukan.


Ryan Haryanto: biodiesel baik bagi lingkungan.

Pengentasan kemiskinan

Dan khusus menyangkut biodiesel, sejak tahun 2008, pemerintah Indonesia sendiri telah meluncurkan kebijakan terkait penggunaan biodiesel yang tertuang dalam ESDM PERMEN Nomor 32 tahun 2008, yang kemudian direvisi menjadi ESDM PERMEN Nomor 12 tahun 2015. 

Kebijakan tersebut meregulasi penggunaan progresif biodiesel yang dicampur dengan solar, dari 2.5% (B25) di tahun 2008 menjadi 30% (B30) di tahun 2020. Kebijakan ini sejalan dengan Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) yang berupaya untuk meningkatkan proporsi penggunaan energi terbarukan di Indonesia dari 5% pada tahun 2013 menjadi 23% di tahun 2025 dan 31% di tahun 2050. 

Tentu saja, dibadingkan dengan solar, penggunaan biodiesel jauh lebih ramah lingkungan. Kajian European Commission, yang dikutip GAPKI, menyebut bahwa biodiesel dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 62%.

Selain jauh lebih ramah lingkungan, penggunaan biodiesel juga turut menjamin ketahanan energi dan ekonomi Indonesia.

Di samping itu, penggunaan biodiesel juga akan berkontribusi signifikan bagi pengentasan kemiskinan karena menyediakan lapangan pekerjaan untuk lebih dari 500.000 petani sawit dan pekerja di sektor hulu.                                   

Sebagai salah satu perusahaan terbesar yang mengolah biodiesel, Apical Group saat ini mempunyai kapasitas 2,3 juta metrik ton per tahun 2021 dan siap berperan dalam energi baru terbarukan di Tanah Air. Sudah barang tentu, ini bakal membawa implikasi positif bagi lingkungan, ketahanan energi, dan perekonomian nasional, karena memungkinkan penyediaan lapangan kerja serta pengentasan kemiskinan.(JOK)***

-- 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RISET DAN INOVASI

Mahasiswa UNAIR Ciptakan Inovasi untuk Pencegahan dan Pengendalian Diabetes   Tim mahasiswa Universitas Airlangga [UNAIR], Surabaya, Jawa T...